Soroti Kekeringan di Pantura Subang, Bacaleg PPP Zaini Shofari, Minta Pemerintah Percepat Pembangunan Sodetan Tarum Timur
Ā
XPOSNews,SUBANG -Ribuan hektar lahan sawah di wilayah Pantura Subang mulai mengalami kekeringan. Kekeringan tersebut terjadi di beberapa kecamatan seperti Cipunagara, Compreng, Pusakajaya, Pusakanagara, Legonkulon, Sukasari, Pamanukan, Ciasem dan Blanakan
Menanggapi masalah kekeringan di wilayah Subang Utara, Bacaleg DPRD Provinsi dari PPP Wilayah IX Jabar, Zaini Shofari mengatakan persoalan kekeringan di wilayah Pantura Subang sudah menjadi bencana rutin tahunan yang hingga hari ini belum ada solusi untuk mengatasinya.
“Persoalan irigasi sudah menjadi agenda aspirasi masyarakat, artinya memang masyarakat atau petani di desa khususnya di wilayah Pantura Subang membutuhkan sistem pengelolaan air yang baik, dimana selama ini kekeringan bukan rahasia lagi bagi masyarakat atau petani yang mengandalkan air dari saluran irigasi, tetapi kendala irigasi yang menjadi salah satu masalah yang harus segera diselesaikan pemerintah,ā ungkap Zaini
Kabupaten Subang sebagai lumbung padi di Jawa Barat sudah seharusnya menjadi prioritas pemerintah jika bicara ketahanan pangan.
āSeperti diwilayah Legonkulon saja hampir 1.200 hektar lebih sudah terancam kekeringan akibat musim kemarau, apalagi musim kemarau tahun ini digadang-gadang menjadi musim kemarau yang cukup panjang dan ekstrim,ā ujar calon wakil rakyat dari Partai Persatuan Pembangunan(PPP) Dapil XI Jabar,, meliputi Kabupaten Subang, Majalengka dan Sumedang
Zaini Shofari yang saat ini menjabat Sekretaris Wilayah DPD PPP Jabar tersebut, mengungkapkan bahwa Bicara ketahanan pangan, bukan sebatas alih fungsi lahan pertanian saja tetapi bagaimana perencanaan dan pengelolaan pertaniannya.
āTentunya bukan sekedar alih fungsi lahan pertanian saja, perencanaan dan pengelolaan pertanian harus benar-benar menjadi perhatian, termasuk infrastruktur yang bisa menjamin keberlangsungan pertanian di seluruh Jawa Barat. Mengeringnya saluran irigasi terjadi karena kondisinya yang rusak sehingga mengalami pendangkalan yang cukup parah. Tentu akan mempengaruhi produksi pertanian,ā katanya.
Hal ini jika dibiarkan berlarut-larut sangat merugikan masyarakat, karena mereka harus merogoh biaya untuk pengairan lebih banyak.
āPemerintah harus bisa mengkaji lebih dalam terkait prioritas pembangunan infrastruktur, apalagi jika berkaitan dengan produksi pangan yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Begitupun terkait keluhan masyarakat terkait pendangkalan irigasi ke berbagai pihak yang selalu menjadi aspirasi masyarakat, Semoga saja bisa direalisasikan pengerukan atau normalisasi.ā ungkapnya
Zaini juga meminta proyek sodetan Tarum Timur di wilayah Compreng bisa segera dirampungkan pengerjaannya.
“Proyek ini sudah sangat dinantikan penyelesaian pengerjaannya oleh para petani di pantura. Karena proyek sodetan tersebut nantinya kalau sudah berfungsi bisa membantu mengatasi kekeringan diwilayah pantura,” katanya
Sementara itu, Petani asal Desa Bobos Kecamatan Legonkulon, Ahmad Hidayat menjelaskan, sejumlah wilayah di Kecamatan Legonkulon sudah mengalami kekeringan parah, akibat sudah tidak adanya pasokan air dari irigasi.
Menurutnya sejauh ini, belum ada langkah-langkah startegis dari Dinas Pertanian, PJT II dalam upaya penanganan kekeringan pada persawahan di Pantura khususnya Desa Bobos.
“Karena sejauh ini kadis pertanian dan Pihak PJT belum ada upaya apapun. Padahal kondisi dilapangan sudah sangat menghawatirkan,” kata Ahmad.
Selain itu Ahmad menambahkan saat ini baru ada upaya dari pihak BBWS dengan menurunkan mobil pompa mesin penyedot air di bantu juga oleh personil BPBD subang.
“Saya berharap secepatnya ada langkah konkret yang dilakukan dinas pertanian, PJT dan stakeholder lainnya untuk memberikan solusi terbaik agar petani tidak gagal tanam, jika gagal tanam petani bakal rugi puluhan juta rupiah,” ucapnya.
Lebih lanjut Ahmad mengatakan sulitnya pengairan kepesawah sudah terjadi beberapa bulan kemaren. Sehingga petani yang akan menanam padi dimusim gadu ini harus mengeluarkan kocek modal lebih besar, bahkan sebagian petani sudah memilih meninggalkan pesawahan akibat kekeringan parah.
“Petani sudah banyak mengeluarkan biaya lima sampai sepuluh juta lebih, tapi akhirnya sawahnya tetap ditinggalkan karena airnya ga ada,” katanya(*)