Hujan Kritik Kegagalan Food Estate
XPOSNews – Program lumbung pangan nasional atau food estate kian ramai dibicarakan. Sejumlah pihak menilai proyek ini gagal. Bahkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyebutnya kejahatan terhadap lingkungan.
Food estate merupakan program pemerintah yang memiliki konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan di suatu kawasan.
Proyek food estate digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak awal periode kedua kepemimpinannya. Proyek senilai Rp 1,5 triliun itu masuk salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024 yang mengacu pada Perpres Nomor 108 Tahun 2022.
Pemerintah telah menetapkan tugas lintas sektor dalam proyek ini untuk periode 2021-2023. Pembagian tugas itu yakni, Kementerian Pertanian berperan menyediakan sarana produksi dan pengawalan budi daya.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berperan merehabilitasi dan meningkatkan jaringan irigasi. Sementara itu, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) bertugas merevitalisasi lahan transmigrasi eksisting.
Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) berperan melakukan konservasi dan rehabilitasi lahan gambut. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Kementerian BUMN) bertugas mewujudkan korporasi, merancang rencana detail tata ruang (RDRT), validasi tanah hingga sertifikasi.
Di pucuk pimpinan, Jokowi secara resmi menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai koordinator dalam rencana pembangunan dan pengembangan kawasan food estate.
Prabowo meyakini Indonesia bisa menjadi negara super power atau kekuatan pangan dunia. Menurutnya, ide-ide itu muncul dari paparan mantan Menteri Pertanian Arman Sulaiman terkait pangan Indonesia.
“Paparan Pak Arman sebenarnya sangat menggetarkan kita semua, visible (tampak) bahwa kita jadi super power pangan dunia,” ujar Prabowo di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (15/8).
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono sempat menjelaskan progres pembangunan food estate di beberapa wilayah, seperti di Kalimantan Tengah hingga Papua.
Menurutnya, food estate di Kalimantan Tengah dengan lahan seluas 43.500 hektare itu sudah bisa ditanami komoditas padi dan tanaman pangan seperti singkong. Akan tetapi, hal tersebut terhambat minimnya sumber daya manusia untuk mengerjakan proyek itu.
“Pak Menteri Pertanian membuktikan lahannya sudah bisa ditanami, hanya karena memang mungkin orangnya enggak ada, jadi agak lambat. Jadi kita setop di 43.500 hektare,” kata Basuki dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi V DPR RI, Senin (28/11).
Jokowi juga sempat meluncurkan food estate di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, pada Senin (22/8). Dalam peluncuran itu, ia menanam mangga di lahan seluas 1.000 hektare yang terbagi di empat kecamatan.
“Yang kami inginkan adalah produksi ini, ditanam sekarang, nanti bisa berbuah kira-kira tiga tahun. Sebagian diekspor, sebagian untuk kebutuhan domestik,” kata Jokowi dalam keterangan resmi.
Ke depannya, kata Jokowi, pembangunan food estate berbasis mangga juga akan dilakukan di daerah lain. Asalkan, lahan di daerah itu cocok untuk ditanam mangga.
“Nanti tidak hanya di Kabupaten Gresik, tapi ke kabupaten lain yang punya lahan cocok untuk mangga,” terang dia.
Ramai kritik food estate
Banyak pihak menilai proyek food estate gagal. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut proyek food estate di Kalimantan yang membabat jutaan hektare hutan telah gagal.
“Food estate, di mana ada jutaan hektare dibabat, terus gagal. Padahal sudah habis. Nah, ini mau gimana? Sedangkan Kalimantan adalah paru-paru dunia,” kata AHY di acara Fisipol Leadership Forum, UGM, Sleman, Kamis (20/7).
Belakangan, partai yang menaungi Jokowi sendiri juga melemparkan kritik terhadap proyek itu. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut proyek di bawah tanggung jawab ketum Partai Gerindra itu sebagai kejahatan lingkungan.
Ia menilai proyek itu mangkrak, diduga disalahgunakan, dan hanya berimbas penebangan hutan yang tak menghasilkan apapun.
“Dalam praktik pada kebijakan itu ternyata disalahgunakan, dan kemudian hutan-hutan justru ditebang habis, dan food estate-nya tidak terbangun dengan baik. Itu merupakan bagian dari suatu kejahatan terhadap lingkungan,” kata Hasto di Bogor, Selasa (15/8).
DPR RI juga telah membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk mengecek program food estate yang tersebar di Kalimantan, Sumatera, NTT dan Papua. DPR menilai program ini bermasalah, gagal, dan tidak mencapai target.